Mengapa Alergi Makanan Bisa Menghambat Tumbuh Kembang Anak? Begini Kata Dokter
Lee Gay Lord – Alergi makanan pada anak bukan sekadar persoalan kesehatan sehari-hari, tetapi juga dapat menghambat tumbuh kembang anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menekankan pentingnya mengenali dan menangani alergi makanan dengan tepat agar dampaknya tidak berlanjut hingga mengancam pencapaian generasi emas Indonesia 2045.
“Anak-anak yang berulang kali terkena alergi tentu tumbuh kembangnya terganggu, sehingga bisa menghambat tercapainya generasi emas 2045,” ujar Ketua Umum IDAI, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, dalam seminar media bertajuk Alergi Makanan pada Anak: Bagaimana Mengenali dan Mengatasinya, Selasa (16/9/2025).
Menurut dr. Endah Citraresmi, Sp.A(K), Subspesialis Alergi Imunologi, alergi makanan semakin banyak ditemukan di berbagai negara. Secara global, prevalensinya diperkirakan 2%-10% pada populasi umum, dengan angka lebih tinggi pada anak di bawah lima tahun, yakni 6%-8%. Sementara itu, pada orang dewasa prevalensinya lebih rendah, sekitar 3%-4%.
“Simak Juga: Keracunan Mengintai, Ini Buah yang Harus Dikonsumsi dengan Benar”
“Kondisi ini disebut sebagai second wave epidemi penyakit alergi, setelah gelombang pertama berupa asma dan alergi saluran napas,” jelas dr. Endah.
Di Indonesia, angka nasional memang belum tersedia, tetapi tren peningkatan kasus mulai terlihat.
Alergi makanan dapat menimbulkan dampak serius, mulai dari reaksi fisik hingga masalah psikologis. Risiko terberat adalah anafilaksis, kondisi kegawatdaruratan yang bisa mengancam jiwa.
“Risiko anafilaksis paling tinggi berasal dari kacang tanah, kacang pohon (tree nuts), ikan, dan kerang. Gejala bisa muncul cepat, bahkan dalam hitungan menit setelah anak terpapar alergen,” ujar dr. Endah.
Selain ancaman nyawa, dampak lain yang harus diperhatikan antara lain:
Banyak kasus alergi di masyarakat mengalami salah diagnosis. Dr. Endah mencontohkan, diare pada anak lebih sering disebabkan infeksi virus, bukan alergi. Alergi baru perlu dicurigai jika diare berlangsung lebih dari 14 hari, berdarah, atau menyebabkan penurunan berat badan.
Hal serupa berlaku pada dermatitis atopik (eksim). “Masalah utamanya adalah barier kulit yang rusak, bukan makanan. Kalau anak dipantang banyak makanan tanpa bukti, pertumbuhan justru bisa terganggu,” jelasnya.
Untuk memastikan diagnosis, dokter biasanya menggunakan tes kulit (skin prick test), pemeriksaan IgE spesifik, atau uji provokasi makanan di bawah pengawasan medis.
Prinsip utama tata laksana alergi makanan adalah menghindari alergen tanpa mengorbankan asupan gizi anak. Konsultasi dengan ahli gizi sering dibutuhkan untuk memastikan diet tetap seimbang.
Dr. Endah juga menekankan pentingnya oral exposure atau paparan makanan sejak usia 4-6 bulan guna mencegah alergi. “Kalau tidak ada diagnosis jelas, jangan langsung memantang makanan. Paparan lewat usus justru membantu anak membangun toleransi,” katanya.
Melalui seminar ini, IDAI berharap pemahaman masyarakat soal alergi makanan semakin meningkat. Kesadaran sejak dini sangat penting agar orang tua tidak salah langkah dalam penanganan.
“Dengan penanganan tepat, risiko gangguan tumbuh kembang dapat ditekan, sehingga anak-anak tetap sehat menuju Indonesia Emas 2045,” pungkas dr. Endah.
Informasi ini bersumber dari CNBCIndonesia. Alergi makanan pada anak bukan sekadar persoalan kesehatan sehari-hari, tetapi juga dapat menghambat tumbuh kembang anak. Simak ulasan lengkapnya di LeeGayLord.
|Penulis: Lukman Azhari
|Editor: Anna Hidayat
This website uses cookies.