AI Kini Bisa Mendeteksi Depresi Lewat Ekspresi Wajah
Lee Gay Lord – Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mampu mendeteksi depresi hadir sebagai terobosan baru dalam bidang kesehatan, khususnya kesehatan mental. Berdasarkan penelitian terbaru dari Jepang, teknologi ini terbukti bisa mengidentifikasi gejala depresi tersembunyi melalui analisis ekspresi wajah yang sangat halus.
“Seiring meningkatnya kekhawatiran terkait kesehatan mental, saya ingin meneliti bagaimana petunjuk non-verbal yang halus, seperti ekspresi wajah, membentuk kesan sosial dan mencerminkan kondisi psikologis menggunakan analisis wajah berbasis AI,” kata peneliti sekaligus Associate Professor Fakultas Ilmu Humaniora Universitas Waseda, Eriko Sugimori, dilansir Rabu (17/9/2025).
Studi yang dilakukan Sugimori bersama mahasiswa doktoral Mayu Yamaguchi menemukan pola ekspresi wajah yang berkaitan dengan depresi ringan atau subthreshold depression (StD). Hasil penelitian ini kemudian dipublikasikan di jurnal Scientific Reports pada Kamis (21/8/2025).
“Simak Juga: Kenali 8 Tanda Kekurangan Vitamin D, Termasuk Masalah pada Gigi”
Depresi sering dikaitkan dengan berkurangnya ekspresi wajah. Namun, hubungan antara depresi ringan dan ekspresi wajah sebelumnya belum jelas. Karena itu, penelitian ini menjadi penting sebagai dasar deteksi dini yang lebih akurat.
Sugimori dan tim menggunakan teknologi AI bernama OpenFace 2.0 untuk menganalisis ekspresi wajah mahasiswa Jepang. Sebanyak 64 mahasiswa diminta merekam video perkenalan singkat. Setelah itu, 63 mahasiswa lain menilai seberapa ekspresif, ramah, alami, atau menyenangkan peserta di dalam video tersebut.
Hasilnya cukup menarik. Mahasiswa yang melaporkan gejala depresi ringan dinilai kurang ramah, kurang ekspresif, dan kurang menyenangkan. Namun, mereka tidak dianggap kaku, palsu, atau gugup. Hal ini menunjukkan bahwa tanda-tanda depresi bisa sangat halus dan tidak selalu mudah dikenali.
AI mampu mendeteksi depresi dari gerakan otot wajah yang sangat halus, terutama di area mata dan mulut. Beberapa di antaranya adalah gerakan alis bagian dalam, kelopak mata atas, peregangan bibir, hingga gerakan membuka mulut. Pola ini lebih sering muncul pada peserta dengan gejala StD.
Menariknya, gerakan mikro tersebut sangat sulit dilihat oleh pengamat biasa. Namun, dengan analisis berbasis AI, tanda-tanda ini bisa diidentifikasi secara objektif. Inilah yang membuat teknologi AI berpotensi besar untuk deteksi dini kesehatan mental, terutama pada kasus depresi ringan yang sering luput dari perhatian.
Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa Jepang, yang penting untuk dicatat karena ekspresi emosi sangat dipengaruhi oleh budaya dan konteks sosial. Hal ini berarti hasil penelitian masih perlu diuji lebih lanjut di populasi lain untuk memastikan konsistensi temuan.
“Baca Juga: Prabowo Lantik Erick Thohir, Menpora Baru Kabinet”
Informasi ini bersumber dari Waseda University. Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mampu mendeteksi depresi hadir sebagai terobosan baru dalam bidang kesehatan. Simak ulasan lengkapnya di LeeGayLord.
|Penulis: Lukman Azhari
|Editor: Anna Hidayat
This website uses cookies.